Ini merupakan pengalaman dan terjadi di daerah saya sendiri,
tepatnya daerah desa Sumurbandung, kecamatan Cipatat, kabupaten Bandung barat.
Daerah tersebut masih asri karena masih banyak hijau dedaunan dan udaranya juga
masih segar. Kebetulan saya lahir di desa tersebut (malah curhat).
Ada hal menarik di daerah saya ini, yaitu masih banyak
petani –petani yang sudah lanjut usia dan semangat kerja di ladang. Akan tetapi
generasi mudanya malah sedikit yang bertani, mereka banyak berprofesi menjadi
borongan proyek, ngojeg, dan kerja di pabrik. Sebenarnya apa yang salah sih
dengan bertani? Kalau menurut saya banyak. Hha. Kenapa saya bilang seperti itu,
karena orang-orang atau khususnya generasi muda melihat para petani hanya dari
fisiknya. Generasi muda melihat bahwa para petani rumahnya kurang bagus,
bajunya tidak menarik, dan intinya tidak menguntungkan lah.
Jadi yang saya maksud salah adalah salah memandang sosok
petaninya, kita jangan memandang hanya dari satu sisi atau hanya beberapa orang
saja. Terbukti bahwa tidak sedikit orang yang rumahnya mewah dengan bertani.
Maka dari itu disini saya akan sedikit memaparkan rahasia dan pandangan yang
benar tentang bertani.
Pertama, seperti halnya di industri dalam bertani juga ada
beberapa level jabatan. Adapun jabatannya adalah seorang pemilik lahan, mandor
/ asisten pemilik lahan (sebenarnya tidak ada juga tidak apa-apa), dan yang
terakhir yaitu buruh taninya. Orang-orang berpandangan pada buruh taninya
sehingga banyak yang mengasumsikan bla bla bla seperti yang saya uraikan di
atas, karena kan yang namanya pegawai pasti lebih banyak dari atasanya. Makanya
bagi generasi muda yang punya lahan (warisan) jangan terbawa nafsu untuk
menjualnya. Hhe.
Kedua, banyak kesalahan pada saat penjualan. Ada yang tahu
bandar? Atau pengepul gitu? Pasti semuanya tahu. Dibandingkan petani, bandar
keuntungannya bisa lebih tinggi loh. Tahu kenapa begitu? Karena bandar yang
lebih tau pasar. Nah yang salah disini adalah petani selalu memjual ke bandar,
coba deh kalau menjual langsung ke pasar mungkin keuntungannya bisa lebih. Pada
dasarnya dengan adanya bandar dapat mempermudah penjualan namun apa jadinya
jika bandar membeli kepada para petani dengan harga seminimal mungkin dan
menjual di pasar dengan harga yang cukup tinggi, kasihan dong petaninya yang
dari bobot pekerjaan bisa di bilang lebih berat kan. Makanya para petani
harusnya bisa lebih mandiri dalam pemasarannya.
Ketiga, belum melek teknologi. Kebanyakan dari para petani
malah mengesampingkan teknologi (ini mh ngomongin yang daerah saya). Yaps,
berbeda dengan pekerja pabrik yang mainannya smartphone dan para petani
mainannya golok, cangkul dll. Sebenarnya maksud saya bukan berarti petani harus
bawa smartphone tapi lebih kepada informasi dari smartphonenya. Misalkan jika
petani tahu informasi yang sedang menguntungkan tanaman apa atau cara
penanganan kebun terbaru, bahkan petani juga bisa share pengalamannya dengan
komunitas petani lain, dan masih banyak lagideh keuntungannya.
Keempat, ini yang paling menguntungkan untuk para petani
yang masih memiliki lahan. Bisa dibilang kedepannya industri akan semakin maju,
lahan hijau akan semakin berkurang, dan bahkan pertumbuhan penduduk yang tinggi
memerlukan lahan untuk perumahan-perumahan yang baru. Akan semakin sedikit
orang yang bertani, hal ini akan berimbas pada barang-barang hasil panen akan
langka dan mahal. Kesempatan untuk petani menjual hasil panennya lebih
menguntungkan.
Sekian uraian yang dapat saya utarakan,....
No comments:
Post a Comment